Kesenjangan Pola Pikir Antar Generasi

Erik Widiarmoko
3 min readJun 19, 2021

--

Dalam Merespon Budaya Populer

Kondisi pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sekian tahun tak hanya menghasilkan perubahan tata sosial masyarakat dalam aspek kehidupan sehari-hari, di antaranya dalam aspek produktifitas maupun pendidikan. Ternjadi eskalasi penerapan teknologi yang semakin mengarah ke kehidupan serba digital, disrupsi teknologi dan perkembangan dunia yang semakin pesat menuntut respon yang berbeda antar generasi di setiap zamannya. Produktifitas dan pendidikan yang merupakan mayoritas aktivitas utama dari generasi ke generasi tentu dipengaruhi oleh budaya dan sosial masyarakat yang terbentuk sepanjang zaman, di mana pada artikel ini penulis akan bahas dari aspek respon mereka terhadap budaya populer.

Generasi yang dominan saat ini yakni Generasi Z, Millenial, dan X memiliki sifatnya sendiri, yang dibentuk oleh perkembangan sosial-budaya di mana ia mulai eksis hingga ke tahun 2021 ini atau bisa disebut era millenium. Millenial yang sejatinya berada di era usia produktif pada masa era saat ini menjadi sosok sentral sebagai katalis pembedah pola pikir dua generasi lain yang mengapitnya yakni Generasi X dan Gen Z.

Penulis yang termasuk generasi millenial atau Y hendak mengemukakan bagaimana kecenderungan pola pikir yang dipakai antar generasi soal budaya populer.

Dimulai dari generasi X dengan sifat khasnya yakni mementingkan tatap muka saat kerja bersama, di mana generasi yang tengah berada di puncak masa produktifnya ini dikenal memiliki pola pikir yang konvensional. Salah satu sifat yang terbawa sejak mereka lahir dan beranjak dewasa pada era sebelum televisi digital, di mana saat itu di Indonesia masih menggunakan barang elektronik serba analog, mulai dari televisi, telepon, radio, dan lain-lain. Generasi ini juga pada masa produktifnya mengalami masa-masa saat terjadi resesi dan krisis moneter 98.

Millenial terkadang juga disebut Generasi Y maupun Echo Boomers karena merupakan keturunan dari generasi X Baby Boomer serta karena kenaikan angka kelahiran yang cukup signifikan di awal 1980-an hingga 1990-an. Generasi yang tergolong digital native ini, merupakan generasi yang telah terpapar teknologi digital pada awal masa pertumbuhan dewasanya. Yakni sekitar akhir awal 2000-an. Hal itu mendukung pola pikir generasi ini yang tak se-konvensional generasi X. Dalam pekerjaan pun ia akrab memandang suatu pekerjaan sebagai kesempatan mengembangkan diri . produk teknologi akan mengikuti gaya hidup masyarakat millennial. Sedangkan dari pandangan penulis sendiri pola pikir generasi ini terbentuk karena gaya hidup masyarakat millennial yang lekat akan produk teknologi, dikarenakan sebagian besar aktivitas mereka di masa pandemi ini via perangkat digital menjadikan generasi ini juga masuk generasi digital native. Namun dari sisi pemakain suatu produk generasi millenial memiliki ciri khas, sangat memprioritaskan keaslian merek atau brand, karena mereka tumbuh bersama makin naiknya popularitas brand-brand besar di antaranya Levi,s, Nike, Adidas, Zara, Sony dan lain-lain.

Sedangkan generasi Z akan percaya dengan produk atau layanan jasa yang terasa lebih otentik. Juga karena Gen Z adalah generasi yang lahir dan tumbuh di dalam era inovasi dan era modern seperti sekarang ini. Ditandai dengan banyak munculnya brand-brand inovatif yang menjadi pioneer bahkan menciptakan trend di antranya Erigo, Brodo, Realme, Visval, dan banyak lagi.

Juga jika ada trendsetter atau duta dari suatu produk yang memang terlihat sangat kredibel, maka generasi Z akan lebih mudah mempercayai dan memilih produk atau layanan jasa tersebut, kita tahu bahwa makin banyak mengantisipasi fenomena ini dengan menggaet brand ambassador untuk mendongkrak kepercayaan publik khususnya Gen Z terhadap produk.

Implikasiya terhadap budaya populer di sekitar generasi ini

Generasi Milenial seringkali disebut sebagai Me Generation, karena cenderung fokus kepada dirinya sendiri. Karena itu, Generasi Milenial suka menganalisa diri sendiri, untuk mencari tahu kelemahan, kelebihan, serta minat dan bakatnya

Tidak heran jika Generasi Milenial suka banget ikut tes kepribadian atau tes minat-bakat, baik yang serius, maupun yang bersifat iseng-isengan di berbagai situs.

Generasi Milenial Lebih Rajin Menabung Dibandingkan Generasi Z.

Semakin banyak tawaran layanan sepenuhnya digital untuk menarik generasi-generasi yang digital savvy dan mass market ini. Dari sisi penyedia layanan kemampuan untuk meracik produk keuangan yang sesuai dengan target konsumen ini menjadi suatu resep manjur. Bagai dua bilah pedang, gaya hidup serba digital ini tentu mempunyai risiko salah satunya menyangkut keamanan data pribadi.

Tumbuh di saat masa resesi datang telah menjadikan generasi Z menjadi anak-anak yang lebih hemat dan bijak dalam mengeluarkan uang. Mereka sangat suka menabung dan mencari investasi jangka panjang, nyatanya generasi milenial cukup berbeda. Generasi milenial jauh lebih mementingkan pengalaman.

Pengalaman di sini maksudnya bagaimana pengalaman yang mereka rasakan dalam membeli dan menggunakan suatu produk, meskipun produk tersebut harus dibeli dengan harga yang mahal.

--

--

Erik Widiarmoko
0 Followers

A writer and designer _ How to solve problems like a designer?